OLAHRAGA adalah cara alami menjaga kesehatan dan mencegah penyakit.
Penelitian membuktikan, aktif bergerak setiap hari dapat menjauhkan
Anda dari risiko penyakit seperti jantung dan kanker.
Masa libur
Lebaran sudah berakhir, saatnya kembali ke aktivitas normal harian.
Mungkin banyak di antara kita yang dikarenakan beragam alasan, mengubah
aktivitas selama bulan Ramadan hingga pasca-Lebaran. Hal paling kentara
biasanya adalah aktivitas olahraga yang umumnya mengalami penurunan.
Bagi
mereka yang selama bulan puasa rajin salat tarawih mungkin tidak
terlalu menjadi masalah kekosongan aktivitas olahraga tadi setidaknya
tergantikan oleh gerakan-gerakan dalam salat, yang selain mengandung
nilai ibadah, juga menyehatkan.
Akan tetapi, bagaimana halnya
dengan mereka yang sama sekali berhenti berolahraga dan berkurang
aktivitas fisiknya selama lebih dari sebulan ini? Apalagi saat Lebaran,
terkadang orang kalap melihat gelimang makanan di rumah maupun rumah
saudara dan famili yang dikunjungi saat bersilaturahmi. Pada akhirnya,
bobot badan kembali tak terkontrol, mengeluh badan keberatan dan baju
kembali mengetat.
Hmm? saatnya berolahraga lagi nih! Sama halnya
makan, olahraga seharusnya dilakukan setiap hari. Jangan langsung
berpikir pada olahraga berat yang bersimbah keringat, aktivitas ringan
seperti jalan santai atau bersepeda keliling kompleks rumah, merupakan
alternatif berolahraga yang menyenangkan.
Spesialis kedokteran
olahraga, dr Phaidon L Toruan MM, mengungkapkan, olahraga adalah suatu
keharusan. "Sama seperti Anda berdoa dan bersembahyang sesuai dengan
agama dan kepercayaan untuk kebutuhan rohani, maka olahraga adalah
kebutuhan jasmani," ujarnya.
Phaidon menambahkan, olahraga atau
dalam bahasa sehari-hari disebut latihan merupakan aktivitas yang
menggunakan tenaga fisik. Saat ini dengan semakin meningkatnya penyakit
degeneratif seperti serangan jantung, hipertensi, diabetes, kolesterol,
pada akhirnya banyak orang mengetahui bahwa salah satu penyebabnya
adalah kurangnya aktivitas olahraga.
Bertolak dari hal tersebut,
olahraga dapat dikatakan sebagai "obat", yang lantas juga menginspirasi
terlahirnya terapi olahraga (sport therapy). Lebih baik mencegah
daripada mengobati. Nah, selain menyehatkan, olahraga teratur telah
terbukti dapat mencegah munculnya penyakit, terutama obesitas sebagai
gerbang beragam penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit terkait
pembuluh darah jantung (kardiovaskular). Sebab, masalah kerap dialami
pada orang dengan bobot badan berlebih adalah tingginya metabolisme.
"Metabolisme
dipengaruhi massa tubuh. Semakin besar massa tubuh, makin banyak energi
yang diperlukan untuk membakar kalori. Kondisi ini akan berbahaya jika
jarang berolahraga," kata profesor dari Pennington Biomedical Research
Center di Baton Rouge, Los Angeles, Timothy Church MD MPH PhD.
Berbagai studi skala internasional telah menyodorkan temuan manfaat olahraga bagi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Baru-baru
ini studi yang dilakukan para peneliti di Amerika juga mengungkapkan
bahwa olahraga teratur dapat melindungi pria dari kanker prostat.
Kesimpulan
tersebut didasarkan hasil uji mereka terhadap 190 partisipan pria yang
telah melakukan biopsi prostat. Bahwasanya partisipan yang cukup aktif
bergerak, walaupun sekadar berjalan kaki selama beberapa jam per
minggu, ternyata secara signifikan memiliki kecenderungan lebih kecil
untuk terkena kanker prostat.
Mayoritas pria dalam studi ini
(sekitar 58 persen) dalam kesehariannya memang kurang banyak gerak dan
lebih banyak duduk (sedentary). Dengan kata lain, kalaupun sempat
melakukan aktivitas jalan kaki, mereka paling-paling hanya melakukannya
kurang dari 1 jam per minggu. Studi tersebut juga melaporkan bahwa
latihan (exercise) yang dilakukan pria yang sudah terkena kanker
prostat dapat meminimalisasi perkembangan kanker ke arah yang lebih
ganas.
"Makin meningkat porsi olahraga yang dilakukan, makin
menurun risiko kanker," ujar ahli urologi dari Duke University Medical
Center di Amerika, Dr Jodi Antonelli, yang mengepalai penulisan studi
tersebut.
Menanggapi hasil studi yang diterbitkan secara online
dalam Journal of Urology edisi 22 September tersebut, ahli urologi dari
Duke and the Durham Veterans Affairs Hospital, Dr Stephen Freedland,
mengungkapkan bahwa temuan ini tentunya bermanfaat sebagai salah satu
rujukan bagi para ilmuwan medis yang masih terus mencari bukti terkait
manfaat olahraga untuk pencegahan kanker.
"Ada lusinan studi
yang melaporkan manfaat latihan dalam menurunkan risiko kanker prostat,
beberapa di antaranya bahkan merupakan studi skala besar. Namun,
semuanya masih simpang siur dan menyisakan tanda tanya," katanya.
Selain
kanker prostat yang paling ditakuti kaum adam,kaum wanita juga dapat
memetik manfaat dari berolahraga, yakni menjauhkan risiko kanker
payudara.
Hal ini terungkap dalam studi yang dilakukan tim
peneliti dari University of Southern Californiadi Los Angeles. Mereka
mendapati bahwa olahraga dengan intensitas gerak tinggi seperti
berenang,aerobik, dan lari bisa mengurangi risiko kanker payudara.
Menurut
peneliti, latihan atau olahraga mungkin mengurangi risiko kanker
melalui perubahan dalam metabolisme dan sistem kekebalan tubuh dengan
cara mengurangi pertambahan berat badan.
Untuk keperluan studi
ini, tim peneliti melibatkan 110.599 partisipan wanita di California
yang riwayat kesehatannya ditelusuri sejak tahun 1995. Dibandingkan
partisipan yang hanya berolahraga kurang dari 30 menit seminggu,
partisipan wanita yang rajin melakukan aktivitas gerak tinggi selama
lebih dari 5 jam seminggu diketahui mengalami penurunan risiko terkena
kanker payudara invasif sebesar 20 persen, dan 31 persen kanker untuk
kanker payudara stadium dini.
Studi tersebut dilakukan terutama
untuk melihat pengaruh kumulatif dari olahraga atau latihan lebih
tinggi terhadap risiko kanker payudara. Sebelum terdiagnosis kanker
payudara, rata-rata partisipan mengaku hanya melakukan sedikit latihan.
"Hasil
studi ini disertai bukti tambahan tentang cara pencegahan kanker
melalui aktivitas fisik yang berat, tapi menyenangkan dalam jangka
panjang terhadap risiko kanker payudara yang sudah invasif maupun yang
masih stadium dini," ujar peneliti seperti tercantum dalam jurnal
Archives of Internal Medicine.
Sumber :
http://www.dechacare.com