MULTAN, Pakistan (Berita SuaraMedia) – Perdana Menteri Pakistan Yousaf Raza Gilani telah mengatakan bahwa situasi di Mesir atau Tunisia saat ini tidak bisa dibandingkan dengan situasi di Pakistan, karena 'institusi negara tersebut sedang berkerja dan demokrasi adalah hal yang fungsional.'
Perdana Menteri Pakistan tersebut berusaha untuk menghadapi retorik politik bahwa Pakistan bisa saja menghadapi situasi seperti Tunisia dan Mesir jika pemerintah tidak membuat sebuah upaya untuk meningkatkan kinerja dengan mengatakan bahwa negara tersebut memiliki sebuah demokrasi yang berfungsi dan isntitusi-institusi yang kuat.
"Ekonomi Pakistan berada di bawah tekanan, bukan sedang berada dalam krisis. Cadangan-cadangan devisa kita berada pada tingkatan tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebesar 17 milyar dolar.
"Indeks bursa saham yang berkisar antara titik 5.000 sampai 6.500 bahkan kami mengambil alih sampai saat ini menyentuh 12.500 titik," kantor berita Daily Times mengutip sebagaimana yang dikatakan oleh Gilani.
"Ekspor kami telah mencapai 11 milyar dolar dan kemungkinan bisa berlipat ganda pada akhir tahun fiskal ini, dan pengiriman uang asing lebih dari 10 milyar dolar," ia menambahkan.
Gilani juga menekankan bahwa ekonomi negara tersebut berada di bawah tekanan sehubungan dengan terorisme, ekstrimisme, resesi global dan banjir.
Perdana Menteri tersebut lebih jauh mengatakan bahwa pemerintah bekomitmen untuk memperkuat institusi, menambahkan bahwa institusi yang kuat setidaknya bisa mengurangi korupsi jika tidak menghilangkannya.
Sementara itu, rekan koalisi MQM pimpinan Altaf Hussain, dalam pidatonya pada sebuah pawai protes untuk solidaritas nasional di Karachi pada Minggu (30/1) waktu setempat memunculkan slogan revolusi dengan merujuk pada Mesir dan Tunisia.
Dalam konferensi pers pada hari yang sama, para pimpinan Liga Muslim Muttahida yang baru dibentuk mendesak pemerintah untuk memperbaiki caranya atau untuk siap-siap menghadapi kemurkaan orang-orang.
Tunisia dan Mesir telah muak berada di bawah penindasan berpuluh-puluh tahun lamanya, dan melihat sebuah kemarahan publik spontan yang tumpah ruah dipicu oleh sebuah insiden kecil di Tunisia, yang pada akhirnya memaksa Zine El Abidine Ben Ali melarikan diri ke Arab Saudi.
Segera setelah keberangkatan Ben Ali, virus revolusi yang terkenal melakukan perjalanan ke bagian lain dunia Arab, di mana massa bangkit dan memrotes terhadap rejim otoriter tersebut. Cara protes tersebut meledak dan menyebar ke Yordania, Aljazair, dan bahkan ke Yaman begitu menarik. Memang terkenal sulit untuk memprediksikan kapan kesabaran massa akan habis dan mereka akan melakukan revolusi menetang para penindas mereka.
Ada saat di mana dalam sejarah ketika sebuah kombinasi dari faktor, sentimen dan situasi memicu kejadian semacam itu, yang bisa, seperti yang dilihat di Tunisia dan pada khususnya di Mesir, menuntun pada sebuah situasi kekuasaan ganda dan perubahan orde lama.
Walaupun lintasan sejarah di Tunisia dan Mesir, yang menuntun pada sebuah revolusi populer, sangat berbeda dari Pakistan, meskipun demikian, ada sebuah lava yang menggelegak di bawah permukaan sehubuangan dengan kegagalan rejim penerus untuk memastikan provisi bahkan dari kebutuhan dasar kehidupan sampai pada segmen masyarakat yang lebih besar. (ppt/nkr/dt)
www.suaramedia.com