KABUL (Berita SuaraMedia) – Dinas intelijen Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI) kabarnya menawarkan uang sebesar 1,5 juta dolar AS kepada seorang jurnalis Afghanistan untuk membunuh Duta Besar India di Afghanistan Jayant Prasad, selain itu ISI juga menawarkan uang 800.000 dolar untuk membunuh Brahamdagh Bugti, tokoh pemimpin Baluch.
Dalam wawancara yang akan ditayangkan sebuah stasiun televisi yang berbasis di Punjab, Nawab Momand, tokoh yang telah berpengalaman kerja di sejumlah organisasi media, termasuk media populer Afghanistan, Tolo TV dan radio FM pertama di Afghanistan, Arman Radio, mengungkapkan bahwa ISI telah mendepositokan uang 800.000 dolar dengan seorang toko perhiasan Kabul untuk dibayarkan kepadanya setelah ia membunuh Bugti yang merupakan cucu dari pemimpin legendaris Baluch, Nawab Akbar Khan Bugti.
Tapi, karena ia setia dengan tradisi Pashtun untuk melindungi seseorang yang meminta perlindungan, hati nurani Nawab Momand tidak membiarkannya membunuh Bugti dan dia kemudian menghubungi aparat Afghanistan.
Aparat Afghanistan kemudian merekam percakapan Momand yang berikutnya dengan Haji Ayub, tokoh penghubung ISI, namun ketika aparat Afghanistan nyaris menangkap Ayub, dia tak sengaja membocorkan rahasia.
Kemudian, dalam wawancara sepanjang 30 menit tersebut, Momand mengklaim bahwa ISI menekan dirinya dengan memberikan tenggat waktu selama satu bulan untuk merampungkan tugas yang diberikan kepadanya.
Ketika ia gagal melaksanakan perintah, ISI kabarnya mengancam menculik dan menghabisi keluarganya. Karena takut dengan ancaman itu, Momand dan keluarganya kemudian mengungsi dari Kabul dan kini hidup dalam penyamaran dan berpindah-pindah.
Karena kariernya sebagai jurnalis hancur dan perusahaan konstruksi yang dijalankannya bersama rekanan kolaps, Momand mengatakan bahwa dirinya dipaksa untuk mencari tempat perlindungan dengan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Sejak kakeknya, Nawab Akbar Bugti, diduga dibunuh oleh pasukan Pakistan pada Agustus 2006, Brahamdagh Bugti hidup bersembunyi di Pakistan.
Ia diduga menggerakkan Gerakan Pembebasan Baluch dari Afghanistan dengan mendapatkan dukungan dari badan intelijen luar negeri India, Research Analysis Wing (RAW) dan pemerintah Afghanistan.
Pakistan menuding bahwa RAW memberikan sebuah paspor, memasok uang dan juga persenjataan kepada Bramdagh untuk menggerakkan gerakan pemberontakan di Baluchistan.
November lalu, telegram diplomatik Kedutaan AS di Afghanistan menyatakan bahwa Presiden Hamid Karzai melindungi Brahamdagh Bugti selama bertahun-tahun, dan hal itu membuat gusar para jenderal Pakistan.
Pada 2007, Jenderal Pervez Musharraf mengatakan Bugti "menikmati kebebasan pergerakan antara Kabul dan Kandahar, menggalang dana dan menyusun rencana operasi melawan pasukan keamanan Pakistan."
Saat asisten Menlu AS Richard Bouchner mengatakan bahwa Karzai telah berjanji tidak ada orang yang boleh menggunakan wilayah Afghanistan untuk menyerang Pakistan, Musharraf menjawab, "Itu omong kosong."
Kontroversi tersebut bersentuhan dengan salah satu kekhawatiran utama militer Pakistan, yakni India bisa menggunakan pasukan yang berbasis di Afghanistan guna menciptakan kekacauan di Pakistan.
Pada 2007, Musharraf mengatakan bahwa dirinya memiliki "banyak bukti" dukungan yang diberikan India dan Afghanistan kepada Bugti. Perdana menteri kala itu, Shaukat Aziz mengatakan bahwa Bugti bepergian ke Delhi dengan menggunakan paspor Afghanistan palsu. (dn/nk/gd)
www.suaramedia.com